Jurang kemakmuran antara
negara miskin(kata berkembang tidaklah tepat) dengan negara maju sekarang ini
makin menganga lebar dan ironisnya yang menjadi negara miskin banyak
dimayoritasi umat Islam. Apa hanya karena ketidak beruntungan dari sisi SDM dan
sumber daya saja ?!. Itu tidaklah tepat benar. Yang paling mempengaruhi
sebenarnya adalah kebijakan-kebijakan negara maju dibawah kendali para Zionis
baik dari sisi ekonomi, politik, budaya dll mengintervensi negara miskin. Kita
bahas Indonesia
sbg negeri Islam terbesar. Ada 3 masalah mengapa
Indonesia
tetap terpuruk walau
sudah berganti-ganti pemimpin dan kabinet :
sudah berganti-ganti pemimpin dan kabinet :
1. Faktor Internal, dimana oknum-oknum(jumlahnya banyak), tidak mau adanya
perbaikan baik ekonomi, politik, pemberantasan korupsi dll. Mereka tidak mau karena sebab :
1. Posisi mereka sudah enak dengan situasi spt
ini, bergelimangan harta, jika berubah mereka takut menjadi miskin . 2 Mereka
ketakutan jika nantinya mereka terjerat hukum karena adanya perbaikan
termasuk hukum.
2. Faktor external. Jangan pernah lagi umat Islam berpikiran bahwa perang salib dulu itu tidak tepat dibawa-bawa di era sekarang. Camkan ini, bahwa mereka yang dipimpin Amrik dibawah kendali Zionis selalu mengontrol perkembangan Islam karena mereka sangat tahu bahwa Islam itu benar, Umat Islam itu hebat. Dijaman kekhalifahan, Umat Islam dalam peradaban yang terang benderang, dan mereka berada dalam kegelapan. Hanya orang bodoh saja yang membiarkan Umat Islam maju, begitu pikiran mereka. Jadi segala kerusuhan, terpuruknya ekonomi, rusaknya moral itu sebagian diakibatkan oleh mereka.
3. Tidak adanya pemimpin dari kita yang kuat dan independent terutama menghadapi pengaruh 2 faktor tersebut. Padahal sekarang Presiden dipilih langsung oleh rakyat, berarti dia punya pendukung yang luar biasa besarnya, tidak ada alasan untuk ragu untuk menerapkan kebijakan menurut akal sehat, hati nurani dan mengacu kepada kepentingan rakyat. namun yang terjadi kita lihat terkadang lebih takut ancaman dari segelintir Parpol pendukung dibanding suara rakyat, aneh bukan. Tak patut kita berputus asa, yang dapat kita lakukan adalah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat terutama dalam memilih pemimpin, jangan terhanyut kharismatik seseorang, fanatik kesukuan dll sehingga faktor-faktor yang justru diperlukan bagi seroang pemimpin diabaikan. Jujur saja, yang beginian ini banyak didapat dari pemilih pulau Jawa. Rakyat dari daerah Jawa itu memang punya sifat primodial, nunut sama yang diatas. Bayangkan seandainya pemilih dari Jawa dengan presentasi paling besar melek politik
dan tidak mengulang kembali kesalahan yang sama dalam pemilu, maka akan didapat pemimpin yang lebih baik. Tugas kita sekarang adalah memberikan pemahaman bahwa acuan kita dalam memilih pemimpin itu dari Al-Quraan dan Hadist. Faktor ketigalah yang masih bisa kita harapkan, walau rakyat rusak tapi pemimpin bagus(lebih mudah karena hanya membutuhkan 1 orang yang baik), bisa menerapkan kebijakan2 yang baik. Bisa saja muncul pemimpin baik walau ditengah rakyat jelek, dulu Rasulullah SAW berada ditengah masyarakat jahiliah, jika ALLAH berkehendak.
2. Faktor external. Jangan pernah lagi umat Islam berpikiran bahwa perang salib dulu itu tidak tepat dibawa-bawa di era sekarang. Camkan ini, bahwa mereka yang dipimpin Amrik dibawah kendali Zionis selalu mengontrol perkembangan Islam karena mereka sangat tahu bahwa Islam itu benar, Umat Islam itu hebat. Dijaman kekhalifahan, Umat Islam dalam peradaban yang terang benderang, dan mereka berada dalam kegelapan. Hanya orang bodoh saja yang membiarkan Umat Islam maju, begitu pikiran mereka. Jadi segala kerusuhan, terpuruknya ekonomi, rusaknya moral itu sebagian diakibatkan oleh mereka.
3. Tidak adanya pemimpin dari kita yang kuat dan independent terutama menghadapi pengaruh 2 faktor tersebut. Padahal sekarang Presiden dipilih langsung oleh rakyat, berarti dia punya pendukung yang luar biasa besarnya, tidak ada alasan untuk ragu untuk menerapkan kebijakan menurut akal sehat, hati nurani dan mengacu kepada kepentingan rakyat. namun yang terjadi kita lihat terkadang lebih takut ancaman dari segelintir Parpol pendukung dibanding suara rakyat, aneh bukan. Tak patut kita berputus asa, yang dapat kita lakukan adalah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat terutama dalam memilih pemimpin, jangan terhanyut kharismatik seseorang, fanatik kesukuan dll sehingga faktor-faktor yang justru diperlukan bagi seroang pemimpin diabaikan. Jujur saja, yang beginian ini banyak didapat dari pemilih pulau Jawa. Rakyat dari daerah Jawa itu memang punya sifat primodial, nunut sama yang diatas. Bayangkan seandainya pemilih dari Jawa dengan presentasi paling besar melek politik
dan tidak mengulang kembali kesalahan yang sama dalam pemilu, maka akan didapat pemimpin yang lebih baik. Tugas kita sekarang adalah memberikan pemahaman bahwa acuan kita dalam memilih pemimpin itu dari Al-Quraan dan Hadist. Faktor ketigalah yang masih bisa kita harapkan, walau rakyat rusak tapi pemimpin bagus(lebih mudah karena hanya membutuhkan 1 orang yang baik), bisa menerapkan kebijakan2 yang baik. Bisa saja muncul pemimpin baik walau ditengah rakyat jelek, dulu Rasulullah SAW berada ditengah masyarakat jahiliah, jika ALLAH berkehendak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar