M.Nur Samsudin|Ketua Umum Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kota Tegal Periode 2011-2013
“Mengapa
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah
baik laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdo’a : Ya
Tuhan kami keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang dzalim penduduknya
dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari
sisi engkau”
-Q.S Al An Nisa : 75 -
“Mengatakan
kebenaran di depan pemimpin yang dzalim adalah jihad yang paling besar”
-Hadits Nabi -
“Dasar
epistemologis gerakan profetik IMM adalah panggilan keimanan untuk meneruskan
tugas-tugas kenabian yang mulia untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi
pencerahan dan pembebasan manusia, sedangkan aksiologisnya didasarkan pada misi
meningkatkan harkat dan martabat manusia kepada derajat kemanusiaan yang
semestinya”
-Zaedi
Basiturrozak -
SELAYANG PANDANG
“Perubahan
sosial yang bergerak melalui rekayasa social dimulai dengan perubahan cara
berpikir. Mustahil ada perubahan, kalau kesalahan berpikir masih menjebak benak
kita.”
- Kang Jalal –
Salah
satu ranah diskusi yang selalu hangat untuk diperbicangkan oleh para kader IMM
adalah mengenai penegasan profil kader, baru-baru ini kakanda A.H Sanni yang
merupakan mantan ketua instruktur pusat DPP IMM menerbitkan sebuah buku yang
mencoba memetakan tentang profil kader ikatan agar sesuai dengan ideologi
ikatan. Lalu apa ideologi IMM? Ideologi
IMM adalah Islam. Islam sebuah ideologi? Tentu bukan!!!. Islam sebagai
ideologi? Tentu bisa!!! Apa itu ideologi dan prinsip-prinsipnya?
Cara berpikir, cara merasa, dan
cara bertindak seseorang atau satu komunitas sangat ditentukan oleh konsepsinya
tentang Tuhan, alam, manusia, masa lalu, dan konsep masa depannya. Kelima
konsep inilah yang memberi suatu sistem hidup seseorang/ komunitas. Orang yang
tidak mengakui keberadaan Tuhan akan berbeda cara berpikir, cara merasa dan
cara bertindak dengan orang yang sangat menyakini kerberadaan Tuhan. Perbedaan
ini juga terjadi antara seseorang/komunitas yang konsepsi ketuhanannya berbeda.
Konsep, sistem hidup inilah yang menjadi pandangan dunia (Worldview/
Welstanchaung) seseorang atau komunitas. Pandangan dunia merupakan suatu
prespektif atau penjelasan tentang segala segala seuatu yang maujud (realitas
yang eksis). Pandangan dunia ini, pada batas tertentu, disebut juga ideologi.
Ideologi adalah kebutuhan manusia
yang paling mendasar untuk memberi arah atau petunjuk dalam mengungkap
kebenaran sampai ketingkat melakukan verifikasi atas tindakan
seseorang/komunitas. Tanpa standar tertentu dalam menetapkan penilaian terhadap
perilaku sosial/komunitas, akan melahirkan hilangnya semangat mempertahankan
dan memperjuagkan prinsip-prinsip yang dianggap benar, menyebabkan tumbuh
suburnya perilaku masa bodoh serta lenyapnya optimisme masa depan. Aturan hidup
terposisikan sebagai sesuatu yang tidak bermakna. Lemahnya militansi suatu
komunitas pada prinsipnya karena tidak dapat difahaminya ideologi hidup yang
benar sebagai sesuatu yang benar.
IMM sebagai bagian dari
Muhammdiyah yang sejak awal meneriakan islam puritan tentunya berideologi Islam
sebagaimana tertuang dalam Kepribadian Muhammdiyah. IMM harus dikembalikan pada
Muhammdiyah masa awal sebagai gerakan Islam puritan (Al-harokah as-salafiyah).
Tentunya bukan gerakan salaf seperti Muhammad bin Abdul Wahab yang melakukan
kolaborasi dan negoisiasi politik dengan ibnu sa’ud di Saudi Arabia. Bukan pula
gerakan salaf pada masa sahabat yang tak pandang bulu, tapi gerakan salaf dalam
arti kembali kepada nilai-bilai substantif dari Rasulullah dan Ahlil-baitnya
kemudian dibaca secara kontekstual.
IMM, sebagaimana Muhammadiyah
harus menjadikan Islam sebagai Ideologi yang hanya mengakui Allah sebagai
kenenaran mutlak. IMM juga harus menyerukan Islam sebagaimana diajarkan
Rasulullah dan Ahlil-baitnya sebagai kebenaran, selain itu salah. Inilah Islam
sebagai ideologi: ekspansif, toleran tapi tidak mengakui yang lain sebagai
kebenaran ( pluralisasi Ok!! Pluralisme No!!/ Liberalisasi Ok!! Liberalisme
No!!/ Toleransi Ok!! Sinkritisasi No!!). Sebab hidup adalah mengajak dan
diajak, tidak bisa tidak netral apalagi bebas nilai sebagaimana diungkapkan
salah seorang Ustadz Kritis, Murobby Neo- Marxis dari Pesantren Frankfurt, Kyai
Jurgen Habermas dalam kitabnya “Knowlwdge
and Human Interest”; Hidup tidak bisa bebas nilai apalagi netral, hidup
harus menentukan pilihan. Tinggal kita memilih memihak pada siapa atau apa;
Teosentris/ antroposentris.
Islam sebagai ideologi
yang merupakan risalah Allah, merupakan ajaran kebenaran komprehensif yang
mengatur aspek-aspek yang paling individual hingga tatanan sosial yang
tertampung dalam kapasitas kemanusiaan manusia. Islam sebagai ideologi dapat
menyelesaikan kebuntuan dan keraguan nalar manusia. Secara filosopis Islam
menawarkan kepastian jalan mengenai aturan hidup yang paling ideal yang bisa
ditemukan dalam Al-quran dan As-sunnah (fikr
bayani- tekstual eksplanatif) yang dapat dipertanggung jawabkan lewat nalar
kemanusian dan pembuktian –pembuktian logik (fikr burhani- rasional demonstratif).
Kader IMM harus menjadikan Islam
sebagai konsep keyakinan (Q.S. Al-baqarah:225), moral (Q.S. Al-A’raf:99),
tingkah laku (Q.S. Al-Baqarah:138), perasaan (Q.S. Ar-Rum:30), pendidikan (Q.S.
Al-Baqarah:151, Q.S Ali-Imran:164, Q.S Al-Jumu’ah:2), sosial (Q.S. An-Nur:7),
politik (Q.S. Ali-Imran:85-86, Q.S Yusuf:40), ekonomi (Q.S. At-Taubah:60 &
103, Q.S Al-Hasyr:7) dan perundang-undangan (Q.S. An-Nisa: 65). Imam Ali
berkata: Ana muslim qobla kulli sya: :
Islam menjadi cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak sebelum mengerjakan
segala perbuatan. Ber-IMM-lah karena motivasi beriman kepada Allah SWT.
GERAKAN (SINERGITAS) : BERJAMAAH YANG MENCERDASKAN
“Yang membedakan
antara komunitas study dan organisasi adalah dalam wilayah pengkaderan,
komunitas study jarang yang berumur panjang, biasanya ia mati ketika para
pendirinya mati, beda dengan organisasi sekaliun telah jauh perjalanannya dari
kematian para pendiri ia akan tetap eksis menuju kematangan sekalipun bisa juga
meuju kehancuran, perbedaan ini terjadinya karena adanya sistem pengkaderan”
-Anomaly –
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengedukasi kita makna berjama’ah. Melalui kuasa Allah SWT alam menjadi sumber
ibspirasi bahwa kita membutuhkan kebersamaan. Berjamaah menjadi keniscayaan.
Bersinergi menjadi kunci pembuka setiap kesuksesan kita. Yang harus kita sadari
: hampir semua kesuksesan yang terjadi selalu menyertakan kebersamaan. Sebuah
sukses besar yang dilakukan oleh seorang pahlawan senantiasa menyisakan catatan
bahwa ia tak sendiri.
Sinergi
selalu menguatkan, bayangkan apabila organ-organ tubuh kita antara satu dan lainnya
tidak mampu bersinergi maka tidak mungkin kita melakukan aktivitas sehari-hari.
Apabila kaidah-kaidah sinergitas kita kontekstualkan kedalam bangunan
keorganisasian maka sinergitas mutlak diperlukan. Karena hampir dipastikan
setiap individu tidak akan mampu untuk menguasai segala sesuatu.
PENEGASAN GERAKAN INTELEKTUAL
“Ketika hidup ini
hanya untuk diri sendiri, maka ia akan terasa sangat singkat dan tak bermakna.
Tapi ketika hidup ini kita persembahkan untuk orang lain, ia akan terasa
panjang, dalam, dan penuh makna”
-Sayyid Quthb –
Sebagai bagian dari kaum intelektual
yang mempunyai karakteristik cerdas, pandai dan kritis IMM masih menjadi
harapan masyarakat luas untuk dapat mengawal jalannya proses demokrasi di
republik ini yang sedang berjalan tertatih-tatih. Diakui atau tidak, keberadaan
IMM menjadi salah satu kekuatan yang senantiasa dipertimbangkan oleh berbagai
kelompok kepentingan (interest group)
terutama pengambil kebijakan yaitu pemerintahan negara. Proses pengawalan
demokrasi itu bagi IMM adalah dengan penegasan dirinya sebagai gerakan
intelektual dikarenakan gerakan spesifik IMM berada di lingkungan mahasiswa
yang dianggap identik dengan budaya intelektual. Dari anggapan tersebut
kemudian timbul pertanyaan tentang bagaimana identifikasi kader intelektual
tersebut.
Dalam KBBI kata intelektual berkaitan
dengan intelek yang merupakan istilah psikologi tetang daya atau proses pikiran
yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan
berfikir. Kata itelek juga berkonotasi untuk menyebut kaum terpelajar auatu
kaum cendekiawan. Sedangkan kata intelektual berarti suatu sifat cerdas,
berakal dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dari asal katanya intelektual berasal
dari bahasa latin : intellectus yang
berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari
kemudian berarti kecerdasan, kepandaian,
akal. Pengertian intelek ini berbeda dengan taraf kecerdasan atau intelegensia.
Intelek lebih menunjukan pada apa yang dapat dilakukan manusia dengan
intelegensinya. Hal yang tergantung pada latihan dan pengalaman. Dari
pengertian istilah intelektualisme adalah sebuah doktrin filsafat yang
menitikberatkan pengenalan (kognitif) melalui intelek serta secara metafisik
memisahkanya dari pengetahuan indra serapan.
INTELEKTUAL PROFETIK
“Orang-orang yang terpanggil untuk melakukan
upaya-upaya perbaikan di tengah situasi dan kondisi yang sarat kerusakan adalah
orang-orang yang memiliki semangat profetik tinggi...ketiadaan harapan itulah
yang kemudian menyebabkan orang-orang tertentu yang memiliki komitmen kuat
kepada panggilan profetik untuk mengabdikan diri dengan melakukan berbagai
macam upaya perbaikan.”
-Muhammad Nasih
–
Peradaban
antroposentris menjadikan manusia sebagai tolak ukur kebenaran.
Antroposentrisme menganggap manusia sebagai pusat dunia, oleh karenanya manusia
merasa cukup dengan dirinya sendiri. Dengan rasio sebagai senjatanya, manusia
antroposentris memulai sejarah kekuasaan dan eksploitasi atas alam tanpa batas.
Modernisme yang membawa paradigma antroposentrisme dengan panji-panji
rasionalismenya terbukti menimbulkan kerusakan yang tak terperikan baik
terhadap alam maupun manusia itu sendiri. Jadi alih-alih humanisme
antroposentris itu berhasil melakukan proses humanisasi, yang terjadi justru
adalah proses dehumanisasi. Dehumanisasi menurut Freire adalah ketika manusia
memperlakukan manusia lainnya secara tidak adil, sesama manusia saling
menghancurkan, dan manusia sudah kehilangan esensinya sebagai manusia
(makhluk). Untuk dapat menyelesaikannya bisa digunakan teologi pembebasan.
Teologi
pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama dalam ruang lingkup
lingkungan sosial. Dengan kata lain teologi pembebasan adalah suatu usaha
kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di
sekitarnya. Teologi pembebasan berupaya untuk berteologi secara kontekstual. Teologi
pembebasan lahir sebagai respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang
dinilai menyengsarakan rakyat. Masalah-masalah itu dijabarkan dalam penindasan,
rasisme, kemiskinan, penjajahan, bias ideologi. Teologi pembebasan merupakan
refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. Karena itu
masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan.
Gerakan profetik apabila kita komparasikan pun
hampir menyerupai teologi pembebasan, gerakan profetik sama-sama menggunakan
agama sebagai sumber inspirasi bagi pembebasan manusia dari proses dehumanisasi
dan hagemoni struktural. Istilah profetik berasal dari kata prophet yang
berarti nabi. Kata profetik juga menjadi ikon dalam perjuangan pembebasan yang
dilakukan oleh masyarakat di kawasan Amerika Latin. Nabi adalah seorang manusia
pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali
dalam lintasan waktu sejarah, hidup dengan realitas sosial kemanusiaan dan
melakukan kerja-kerja transformasi sosial. Seorang nabi datang dengan membawa
cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Roger Garaudy dalam bukunya
janji-janji islam mengatakan menurutnya filsafat barat tidak memuaskan
dikarenakan hanya terombang-ambing antara dua kutub idealisme dan materialisme
tanpa kesudahan.
Istilah
intelektual profetik dimaksudkan sebagai mereka yang memiliki kesadaran akan
diri, alam dan Tuhan yang menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai
pengabdian untuk kemanusiaan dengan melakukan humanisasi dan liberasi, yang
dijiwai dengan transendensi di semua dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki. Ada beberapa indikator mendasar dari pemaknaan hal tersebut yang
menopang konseptual gerakan profetik:
1)
Humanisme
Adalah kolaborasi antara sebuah gagasan
mendasar tentang pandangan ekologis atau lebih implisitnya adalah kohesi
sosial. Paradigma seperti ini berupaya membongkar kegiatan ritus menuju
transformasi praksis, tidak semata terjebak dalam hal-hal seremonial teologis.
Humanisme teosentris sebagai ganti humanisme antroposentris akan mengangkat
kembali martabat manusia. Dengan konsep ini manusia harus memusatkan diri pada
Tuhan, tap tujuannya adalah untuk kepentingan kemanusiaan sendiri.
2)
Liberasi dalam konteks ilmu
Ilmu yang didasari nilai-nilai luhur
transedental, dalam ilmu sosial profetik dipahami dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang
memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman
kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hagemoni
kesadaran palsu. Bidikan liberasi ada pada realitas empiris, sehingga sangat
peka dengan ketidakadilan. Liberasi menempatkan diri bukan pada lapangan
moralitas kemanusiaan abstrak, tapi pada realitas kemanusiaan empiris, bersifat
kongkret.
3)
Transedensi
Merupakan dasar dari dua unsur yang
lain, transedensi hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai
bagian penting dari proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama
(nilai-nilai islam) pada kedudukan yang sangat sentral dalam ilmu sosial
profetik. Transendensi dapat berperan penting
dalam memberikan makna yang akan
mengarahkan tujuan hidup manusia.
EPILOG
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):Ya Tuhan kami tiadalah Engkau
menciptakan ini sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka”
-Q.S Ali-Imran : 191 –
Gerakan intelektual profetik yang ingin diusung buaknlah
sebuah gerakan yang ingin menyeret realitas masyarakat Indonesia kontemporer
kembali ke realitas zaman Nabi Muhammad shalallahu
alaihi wa sallam. Gerakan ini berusaha menyerap nilai-nilai yang dituangkan
oleh Nabi Muhammad SAW dalam Al-qur’an dan Hadits untuk kemudian
dikontekstualisasikan secara humanis pada kondisi kekinian. Melalui gerakan
profetik inilah, nilai-nilai keagamaan yang universal akan terartikulasikan ke
dalam realitas kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sehingga realitas Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur
yang selama ini kita perjuangkan akan termanifestasikan.
Memassifikasikan paradigma gerakan intelektual profetik
memiliki konsekuensi untuk melahirkan profil-profil kader yang memiliki
karalter profetik. Menurut Zakiyuddin Baidhawy kader profetik akan memiliki dua
karakteristik yang menonjol, yaitu kader mujtahid dan kader mujahid. Mujtahid
adalah kader-kader yang concern pada wilayah pembangunan konsep dan mengawal
visi gerakan agar teraktualisasikan dalam wujud gerakan yang nyata, sedangkan
kader mujahid adalah kader yang akan mentransformasikan konsep dan visi
profetik dalam wujud gerakan dan bersinggungan secara langsung dengan realitas
yang objektif.
BIBLIOGRAPHY
Al-Qur’an al Karim
Huda, Miftachul dkk.2012.
Menatap masa depan gerakan IMM: refleksi
jelang setengah abad. Yogyakarta : Satu arah Project.
DPD IMM Jawa
Tengah.2012. Mewujudkan Gerakan Profetik
demi Indonesia Berkeadilan. Semarang : IMM Press.
Budiyanto, Dwi.2010.
Prophetic Learning : Menjadi Cerdas
dengan Jalan Kenabian. Yogyakarta : Pro-U Media.