Selasa, 04 Desember 2012

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik; Sebuh Upaya Membumikan Profil Kader Ikatan



M.Nur Samsudin|Ketua Umum Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kota Tegal Periode 2011-2013

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdo’a : Ya Tuhan kami keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi engkau”
-Q.S Al An Nisa : 75 -

“Mengatakan kebenaran di depan pemimpin yang dzalim adalah jihad yang paling besar”
-Hadits Nabi  -

“Dasar epistemologis gerakan profetik IMM adalah panggilan keimanan untuk meneruskan tugas-tugas kenabian yang mulia untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi pencerahan dan pembebasan manusia, sedangkan aksiologisnya didasarkan pada misi meningkatkan harkat dan martabat manusia kepada derajat kemanusiaan yang semestinya”
-Zaedi Basiturrozak -

SELAYANG PANDANG
“Perubahan sosial yang bergerak melalui rekayasa social dimulai dengan perubahan cara berpikir. Mustahil ada perubahan, kalau kesalahan berpikir masih menjebak benak kita.”
- Kang Jalal

                Salah satu ranah diskusi yang selalu hangat untuk diperbicangkan oleh para kader IMM adalah mengenai penegasan profil kader, baru-baru ini kakanda A.H Sanni yang merupakan mantan ketua instruktur pusat DPP IMM menerbitkan sebuah buku yang mencoba memetakan tentang profil kader ikatan agar sesuai dengan ideologi ikatan. Lalu apa ideologi IMM? Ideologi IMM adalah Islam. Islam sebuah ideologi? Tentu bukan!!!. Islam sebagai ideologi? Tentu bisa!!! Apa itu ideologi dan prinsip-prinsipnya?  
                Cara berpikir, cara merasa, dan cara bertindak seseorang atau satu komunitas sangat ditentukan oleh konsepsinya tentang Tuhan, alam, manusia, masa lalu, dan konsep masa depannya. Kelima konsep inilah yang memberi suatu sistem hidup seseorang/ komunitas. Orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan akan berbeda cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak dengan orang yang sangat menyakini kerberadaan Tuhan. Perbedaan ini juga terjadi antara seseorang/komunitas yang konsepsi ketuhanannya berbeda.  Konsep, sistem hidup inilah yang menjadi pandangan dunia (Worldview/ Welstanchaung) seseorang atau komunitas. Pandangan dunia merupakan suatu prespektif atau penjelasan tentang segala segala seuatu yang maujud (realitas yang eksis). Pandangan dunia ini, pada batas tertentu, disebut juga ideologi.
                Ideologi adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk memberi arah atau petunjuk dalam mengungkap kebenaran sampai ketingkat melakukan verifikasi atas tindakan seseorang/komunitas. Tanpa standar tertentu dalam menetapkan penilaian terhadap perilaku sosial/komunitas, akan melahirkan hilangnya semangat mempertahankan dan memperjuagkan prinsip-prinsip yang dianggap benar, menyebabkan tumbuh suburnya perilaku masa bodoh serta lenyapnya optimisme masa depan. Aturan hidup terposisikan sebagai sesuatu yang tidak bermakna. Lemahnya militansi suatu komunitas pada prinsipnya karena tidak dapat difahaminya ideologi hidup yang benar sebagai sesuatu yang benar.
IMM sebagai bagian dari Muhammdiyah yang sejak awal meneriakan islam puritan tentunya berideologi Islam sebagaimana tertuang dalam Kepribadian Muhammdiyah. IMM harus dikembalikan pada Muhammdiyah masa awal sebagai gerakan Islam puritan (Al-harokah as-salafiyah). Tentunya bukan gerakan salaf seperti Muhammad bin Abdul Wahab yang melakukan kolaborasi dan negoisiasi politik dengan ibnu sa’ud di Saudi Arabia. Bukan pula gerakan salaf pada masa sahabat yang tak pandang bulu, tapi gerakan salaf dalam arti kembali kepada nilai-bilai substantif dari Rasulullah dan Ahlil-baitnya kemudian dibaca secara kontekstual.
                IMM, sebagaimana Muhammadiyah harus menjadikan Islam sebagai Ideologi yang hanya mengakui Allah sebagai kenenaran mutlak. IMM juga harus menyerukan Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah dan Ahlil-baitnya sebagai kebenaran, selain itu salah. Inilah Islam sebagai ideologi: ekspansif, toleran tapi tidak mengakui yang lain sebagai kebenaran ( pluralisasi Ok!! Pluralisme No!!/ Liberalisasi Ok!! Liberalisme No!!/ Toleransi Ok!! Sinkritisasi No!!). Sebab hidup adalah mengajak dan diajak, tidak bisa tidak netral apalagi bebas nilai sebagaimana diungkapkan salah seorang Ustadz Kritis, Murobby Neo- Marxis dari Pesantren Frankfurt, Kyai Jurgen Habermas dalam kitabnya “Knowlwdge and Human Interest”; Hidup tidak bisa bebas nilai apalagi netral, hidup harus menentukan pilihan. Tinggal kita memilih memihak pada siapa atau apa; Teosentris/ antroposentris.
Islam sebagai ideologi yang merupakan risalah Allah, merupakan ajaran kebenaran komprehensif yang mengatur aspek-aspek yang paling individual hingga tatanan sosial yang tertampung dalam kapasitas kemanusiaan manusia. Islam sebagai ideologi dapat menyelesaikan kebuntuan dan keraguan nalar manusia. Secara filosopis Islam menawarkan kepastian jalan mengenai aturan hidup yang paling ideal yang bisa ditemukan dalam Al-quran dan As-sunnah (fikr bayani- tekstual eksplanatif) yang dapat dipertanggung jawabkan lewat nalar kemanusian dan pembuktian –pembuktian logik (fikr burhani- rasional demonstratif).
                Kader IMM harus menjadikan Islam sebagai konsep keyakinan (Q.S. Al-baqarah:225), moral (Q.S. Al-A’raf:99), tingkah laku (Q.S. Al-Baqarah:138), perasaan (Q.S. Ar-Rum:30), pendidikan (Q.S. Al-Baqarah:151, Q.S Ali-Imran:164, Q.S Al-Jumu’ah:2), sosial (Q.S. An-Nur:7), politik (Q.S. Ali-Imran:85-86, Q.S Yusuf:40), ekonomi (Q.S. At-Taubah:60 & 103, Q.S Al-Hasyr:7) dan perundang-undangan (Q.S. An-Nisa: 65). Imam Ali berkata: Ana muslim qobla kulli sya: : Islam menjadi cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak sebelum mengerjakan segala perbuatan. Ber-IMM-lah karena motivasi beriman kepada Allah SWT.

GERAKAN (SINERGITAS) : BERJAMAAH YANG MENCERDASKAN
“Yang membedakan antara komunitas study dan organisasi adalah dalam wilayah pengkaderan, komunitas study jarang yang berumur panjang, biasanya ia mati ketika para pendirinya mati, beda dengan organisasi sekaliun telah jauh perjalanannya dari kematian para pendiri ia akan tetap eksis menuju kematangan sekalipun bisa juga meuju kehancuran, perbedaan ini terjadinya karena adanya sistem pengkaderan”
-Anomaly

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengedukasi kita makna berjama’ah. Melalui kuasa Allah SWT alam menjadi sumber ibspirasi bahwa kita membutuhkan kebersamaan. Berjamaah menjadi keniscayaan. Bersinergi menjadi kunci pembuka setiap kesuksesan kita. Yang harus kita sadari : hampir semua kesuksesan yang terjadi selalu menyertakan kebersamaan. Sebuah sukses besar yang dilakukan oleh seorang pahlawan senantiasa menyisakan catatan bahwa ia tak sendiri.
                Sinergi selalu menguatkan, bayangkan apabila organ-organ tubuh kita antara satu dan lainnya tidak mampu bersinergi maka tidak mungkin kita melakukan aktivitas sehari-hari. Apabila kaidah-kaidah sinergitas kita kontekstualkan kedalam bangunan keorganisasian maka sinergitas mutlak diperlukan. Karena hampir dipastikan setiap individu tidak akan mampu untuk menguasai segala sesuatu.  

PENEGASAN GERAKAN INTELEKTUAL
“Ketika hidup ini hanya untuk diri sendiri, maka ia akan terasa sangat singkat dan tak bermakna. Tapi ketika hidup ini kita persembahkan untuk orang lain, ia akan terasa panjang, dalam, dan penuh makna”
-Sayyid Quthb

Sebagai bagian dari kaum intelektual yang mempunyai karakteristik cerdas, pandai dan kritis IMM masih menjadi harapan masyarakat luas untuk dapat mengawal jalannya proses demokrasi di republik ini yang sedang berjalan tertatih-tatih. Diakui atau tidak, keberadaan IMM menjadi salah satu kekuatan yang senantiasa dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan yaitu pemerintahan negara. Proses pengawalan demokrasi itu bagi IMM adalah dengan penegasan dirinya sebagai gerakan intelektual dikarenakan gerakan spesifik IMM berada di lingkungan mahasiswa yang dianggap identik dengan budaya intelektual. Dari anggapan tersebut kemudian timbul pertanyaan tentang bagaimana identifikasi kader intelektual tersebut.
Dalam KBBI kata intelektual berkaitan dengan intelek yang merupakan istilah psikologi tetang daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berfikir. Kata itelek juga berkonotasi untuk menyebut kaum terpelajar auatu kaum cendekiawan. Sedangkan kata intelektual berarti suatu sifat cerdas, berakal dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dari asal katanya intelektual berasal dari bahasa latin : intellectus yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari kemudian berarti  kecerdasan, kepandaian, akal. Pengertian intelek ini berbeda dengan taraf kecerdasan atau intelegensia. Intelek lebih menunjukan pada apa yang dapat dilakukan manusia dengan intelegensinya. Hal yang tergantung pada latihan dan pengalaman. Dari pengertian istilah intelektualisme adalah sebuah doktrin filsafat yang menitikberatkan pengenalan (kognitif) melalui intelek serta secara metafisik memisahkanya dari pengetahuan indra serapan.

INTELEKTUAL PROFETIK
                “Orang-orang yang terpanggil untuk melakukan upaya-upaya perbaikan di tengah situasi dan kondisi yang sarat kerusakan adalah orang-orang yang memiliki semangat profetik tinggi...ketiadaan harapan itulah yang kemudian menyebabkan orang-orang tertentu yang memiliki komitmen kuat kepada panggilan profetik untuk mengabdikan diri dengan melakukan berbagai macam upaya perbaikan.”
-Muhammad Nasih

                Peradaban antroposentris menjadikan manusia sebagai tolak ukur kebenaran. Antroposentrisme menganggap manusia sebagai pusat dunia, oleh karenanya manusia merasa cukup dengan dirinya sendiri. Dengan rasio sebagai senjatanya, manusia antroposentris memulai sejarah kekuasaan dan eksploitasi atas alam tanpa batas. Modernisme yang membawa paradigma antroposentrisme dengan panji-panji rasionalismenya terbukti menimbulkan kerusakan yang tak terperikan baik terhadap alam maupun manusia itu sendiri. Jadi alih-alih humanisme antroposentris itu berhasil melakukan proses humanisasi, yang terjadi justru adalah proses dehumanisasi. Dehumanisasi menurut Freire adalah ketika manusia memperlakukan manusia lainnya secara tidak adil, sesama manusia saling menghancurkan, dan manusia sudah kehilangan esensinya sebagai manusia (makhluk). Untuk dapat menyelesaikannya bisa digunakan teologi pembebasan.
                Teologi pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama dalam ruang lingkup lingkungan sosial. Dengan kata lain teologi pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya. Teologi pembebasan berupaya untuk berteologi secara kontekstual. Teologi pembebasan lahir sebagai respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat. Masalah-masalah itu dijabarkan dalam penindasan, rasisme, kemiskinan, penjajahan, bias ideologi. Teologi pembebasan merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. Karena itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan.
                 Gerakan profetik apabila kita komparasikan pun hampir menyerupai teologi pembebasan, gerakan profetik sama-sama menggunakan agama sebagai sumber inspirasi bagi pembebasan manusia dari proses dehumanisasi dan hagemoni struktural. Istilah profetik berasal dari kata prophet yang berarti nabi. Kata profetik juga menjadi ikon dalam perjuangan pembebasan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Amerika Latin. Nabi adalah seorang manusia pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali dalam lintasan waktu sejarah, hidup dengan realitas sosial kemanusiaan dan melakukan kerja-kerja transformasi sosial. Seorang nabi datang dengan membawa cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Roger Garaudy dalam bukunya janji-janji islam mengatakan menurutnya filsafat barat tidak memuaskan dikarenakan hanya terombang-ambing antara dua kutub idealisme dan materialisme tanpa kesudahan.
                Istilah intelektual profetik dimaksudkan sebagai mereka yang memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan dengan melakukan humanisasi dan liberasi, yang dijiwai dengan transendensi di semua dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Ada beberapa indikator mendasar dari pemaknaan hal tersebut yang menopang konseptual gerakan profetik:
1)    Humanisme
Adalah kolaborasi antara sebuah gagasan mendasar tentang pandangan ekologis atau lebih implisitnya adalah kohesi sosial. Paradigma seperti ini berupaya membongkar kegiatan ritus menuju transformasi praksis, tidak semata terjebak dalam hal-hal seremonial teologis. Humanisme teosentris sebagai ganti humanisme antroposentris akan mengangkat kembali martabat manusia. Dengan konsep ini manusia harus memusatkan diri pada Tuhan, tap tujuannya adalah untuk kepentingan kemanusiaan sendiri.
2)    Liberasi dalam konteks ilmu
Ilmu yang didasari nilai-nilai luhur transedental, dalam ilmu sosial profetik dipahami  dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hagemoni kesadaran palsu. Bidikan liberasi ada pada realitas empiris, sehingga sangat peka dengan ketidakadilan. Liberasi menempatkan diri bukan pada lapangan moralitas kemanusiaan abstrak, tapi pada realitas kemanusiaan empiris, bersifat kongkret.
3)    Transedensi
Merupakan dasar dari dua unsur yang lain, transedensi hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian penting dari proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama (nilai-nilai islam) pada kedudukan yang sangat sentral dalam ilmu sosial profetik. Transendensi dapat berperan penting  dalam memberikan makna  yang akan mengarahkan tujuan hidup manusia.
               
EPILOG
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
-Q.S Ali-Imran : 191

Gerakan intelektual profetik yang ingin diusung buaknlah sebuah gerakan yang ingin menyeret realitas masyarakat Indonesia kontemporer kembali ke realitas zaman Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Gerakan ini berusaha menyerap nilai-nilai yang dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Al-qur’an dan Hadits untuk kemudian dikontekstualisasikan secara humanis pada kondisi kekinian. Melalui gerakan profetik inilah, nilai-nilai keagamaan yang universal akan terartikulasikan ke dalam realitas kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sehingga realitas Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur yang selama ini kita perjuangkan akan termanifestasikan.
Memassifikasikan paradigma gerakan intelektual profetik memiliki konsekuensi untuk melahirkan profil-profil kader yang memiliki karalter profetik. Menurut Zakiyuddin Baidhawy kader profetik akan memiliki dua karakteristik yang menonjol, yaitu kader mujtahid dan kader mujahid. Mujtahid adalah kader-kader yang concern pada wilayah pembangunan konsep dan mengawal visi gerakan agar teraktualisasikan dalam wujud gerakan yang nyata, sedangkan kader mujahid adalah kader yang akan mentransformasikan konsep dan visi profetik dalam wujud gerakan dan bersinggungan secara langsung dengan realitas yang objektif.

BIBLIOGRAPHY
Al-Qur’an al Karim
Huda, Miftachul dkk.2012. Menatap masa depan gerakan IMM: refleksi jelang setengah abad. Yogyakarta : Satu arah Project.
DPD IMM Jawa Tengah.2012. Mewujudkan Gerakan Profetik demi Indonesia Berkeadilan. Semarang : IMM Press.
Budiyanto, Dwi.2010. Prophetic Learning : Menjadi Cerdas dengan Jalan Kenabian. Yogyakarta : Pro-U Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar